Sadar Demo Tak Membuahkan Hasil, Korlap Aksi Ajak Masyarakat Tempuh Jalur Hukum

Sadar Demo Tak Membuahkan Hasil, Korlap Aksi Ajak Masyarakat Tempuh Jalur Hukum

MEDIA INFORMASI
Sunday, August 6, 2023

 

Gambar Ilustrasi

Batang - Aksi unjuk rasa yang berulang kali digelar oleh warga dari beberapa desa yang terdampak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang, Jawa Tengah, kini telah menimbulkan rasa jengah dan ketidaknyamanan bagi masyarakat Batang.

Selain mengganggu aktivitas sehari-hari, kondisi ini membuat masyarakat merasa resah. Bermacam-macam tanggapan dari berbagai kalangan masyarakat Batang pun mulai bermunculan mengenai tuntutan kesetaraan harga tanah.

Ketua Aliansi Aku Ingin Demokrasi Sejati (AIDS), Supriyono, dengan tegas menolak aksi demonstrasi yang berlangsung terus menerus di PLTU Batang. Baginya, aksi massa ini dianggap melanggar asas kepatutan dan mengganggu kamtibmas. Oleh karena itu, Supriyono mendesak agar permasalahan ini diselesaikan secara hukum. "Hal ini biar ada kepastian sebagai solusinya," ujarnya pada Sabtu (5/8/2023).

Pendapat serupa juga datang dari Romadhon, Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi dari Kencono Rejo, yang juga menyatakan bahwa masalah ini harus diselesaikan melalui jalur hukum agar ada kejelasan, mengingat selama ini belum ada hasil yang memuaskan. "Saya yakin kalau ini diselesaikan secara hukum pasti ada kepastian dan tidak berlarut-larut," ungkapnya.

Haji Sukirman, seorang tokoh masyarakat Batang yang sangat memperhatikan ketentraman dan ketertiban, terutama menjelang pesta demokrasi tahun 2024, mengimbau kepada masyarakat, khususnya warga Tulis dan sekitarnya, untuk tetap menjaga situasi yang kondusif dan stabil serta menghindari gangguan apapun.

"Apabila ada permasalahan dengan PLTU, itu bisa dimusyawarahkan sebaik-baiknya dengan pihak yang terkait, agar semua pihak bisa mendapatkan solusi yang saling menguntungkan," katanya.

Lebih lanjut, Sukirman menambahkan bahwa jika masalah tersebut tidak dapat diselesaikan melalui musyawarah, langkah hukum bisa diambil untuk memastikan bahwa tidak ada kerugian bagi masyarakat sekitarnya.

"Melalui jalur hukum tidak akan menimbulkan kerugian masyarakat sekitarnya, sehingga ini akan tetap menjaga ketertiban, keamanan, dan kenyamanan," tegasnya.

Di pihak lain, Rizal Ariprianto dari LSM Komparasi Kabupaten Batang menyesalkan aksi unjuk rasa yang terus berlarut-larut terhadap PLTU Batang. Dia berharap masalah ini bisa segera diselesaikan secara hukum.

Baginya, penyelesaian dengan cara demonstrasi ternyata tidak efektif dan justru menimbulkan keresahan di masyarakat. Potensi dampak negatif ini bahkan bisa menyebabkan konflik horizontal yang berujung pada disintegrasi.

"Kepada para penegak hukum, saya berharap untuk melakukan tindakan-tindakan preventif, dan kepada semua pihak, saya juga berharap agar permasalahan ini diselesaikan secara hukum," pungkasnya.

Sebelumnya, Ketua Umum MUI Kabupaten Batang, KH Zaenul Iroki, menyampaikan pandangannya mengenai aksi-aksi demonstrasi. Ia mengatakan bahwa kata "demonstrasi" secara sadar maupun tidak, sering kali menciptakan asosiasi negatif di benak kita.

"Hal ini dikarenakan sering terjadi tindakan yang berimbas menganggu ketertiban umum dan bahkan ada yang sampai anarkis. Demonstrasi umumnya digunakan sebagai bentuk kritik terhadap kebijakan pemerintah," ujarnya, Minggu (08/7/2023).

Menurutnya, demonstrasi menjadi cara bagi orang-orang yang merasa terpinggirkan untuk menyuarakan aspirasi mereka kepada pihak yang berkuasa. Bahkan, ia menyebut bahwa demonstrasi merupakan salah satu cara paling efektif untuk menyuarakan kebenaran yang menjadi pengalaman universal bagi manusia di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

"Dalam konteks Indonesia, demonstrasi seringkali ditandai dengan kemacetan lalu lintas dan kerusakan yang terjadi. Tidak hanya itu, demonstrasi juga kerap kali diiringi oleh luapan emosi, kemarahan, keegoisan, dan bahkan mungkin dendam. Ciri-ciri semacam ini dapat ditelusuri sejak terjadinya aksi mahasiswa di seluruh Indonesia pada masa penurunan Presiden Soeharto pada tahun 1998," tandasnya.

Sejak saat itu, menurutnya, demonstrasi telah menjadi kejadian yang menghiasi berita sehari-hari masyarakat Indonesia, termasuk yang terjadi di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Saat ini, Forkopimda Kabupaten Batang sudah melakukan berbagai upaya untuk mencarikan solusi dengan adanya serangkaian aksi unjuk rasa warga terdampak pembangunan PLTU Batang yang menuntut kesetaraan harga.

Menurut catatan, sudah terjadi sebanyak 53 kali demonstrasi dengan tuntutan yang sama. Meskipun Forkopimda telah melakukan upaya mediasi dan memberikan saran agar warga menempuh jalur hukum untuk memperoleh kepastian terkait tuntutan mereka, namun sayangnya saran tersebut tidak pernah dilaksanakan dan warga memilih untuk turun ke jalan.

"Meski demo diperbolehkan, tapi tidak etis jika dilakukan dengan memaksakan kehendak. Jika tuntuntan mereka sudah diakomodir bahkan Pemerintah sudah memfasilitasi, harusnya masyarakat bisa berifikir jernih. Istilah bahasa Jawa "Jangan Sak Karepe Dewe" atau semaunya sendiri," tegasnya.